Kelopak Bunga-Bunga Bertebaran di Sepanjang Jalan

Angelina
2 min readNov 15, 2023

--

Photo by The Dancing Rain on Unsplash

“Pernahkah kau memahami setidaknya satu saja makna dari Bunga-Bunga yang tumbuh itu?”

“Sadarkah kau bahwa kau telah memetik semuanya dan membuatnya layu? mati?”

Aku lihat matamu berbinar, penuh cahaya. Aku lihat matamu tanpa gairah, sepertinya sedih. Mata yang memandang, mata yang melihat. Telah banyak ia membaca untaian-untaian kata yang tak pernah sampai. Dibiarkannya didengarkan lirih oleh telinga, lalu dibiarkannya hilang bersama angin yang berhembus. Biarkan mulut menelan semuanya tanpa sisa, sebelum seluruhnya disemburkan tanpa aba-aba.

“Aku akan menulis tentangmu, tentang dia, dan dia”

Siapa maksudmu? Semua yang sempat kau buat merona dan kau buat redup? Semua yang sempat merasakan betapa dunia berwarna-warni, kemudian tanpa warna berarti.

“Menyedihkan sekali”

“Kau?”

“Tidak, kau.”

Kita tatap bintang-bintang, bulan, yang kembali menatap kita. Menantang dan berapi-api. Dalam suara-suara yang diam dan gelap.

Bolehkah anak manusia memetik sebanyak itu Kuntum-Kuntum Bunga lalu menebarkannya di sepanjang jalan itu? Jalan-jalan yang menjadi saksi bisu atas perihal dunia yang disembunyikan rapat di dalam kotak pandora.

Biarkan terkunci, biarkan tenggelam di tengah laut dalam.

Warna-warni Kuntum Bunga berganti layu. Waktu-waktu telah berlalu, berganti hari, bulan, tahun.

Kelopak Bunga-Bunga yang bertebaran, bertebaran dan hilang.

Saatnya telah tiba. Menanam Bunga baru. Merawatnya, mengasihinya dengan sepenuh hati.

Bulan, Pepohanan, dan Jalan Setapak.

--

--

Angelina
Angelina

No responses yet